Jumat, 27 Agustus 2010

KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA :KECAKAPAN EMPATIK DALAM MENGATASI PERBEDAAN

Globalisasi ditandai dengan semakin maraknya interaksi antar budaya. Hal ini bisa dipahami seiring pesatnya perkembangan tehnologi dan komunikasi yang memungkinkan terbukanya keran komunikasi dan tersebarnya informasi sehingga interaksi antarkultural yang tanpa batas sangat mungkin dilakukan. Tetapi yang menjadi masalah adalah bahwa upaya interaksi yang terjadi antar kultural tersebut seringkali menimbulkan pemahaman yang berbeda terhadap perbedaan budaya. Beda budaya inilah yang terkadang disikapi dengan tidak bijak.

BEDA BUDAYA DAN KOMUNIKASI

Ketika pertama kali kita mengadakan kontak dengan orang yang kita sebut sebagai stranger maka muncul dibenak kita bahwa mereka berbeda dengan kita dan yang lebih rawan lagi mereka bukan kelompok kita dan kita harus berjaga-jaga. Menurut Simmel konsep strangers adalah bahwa mereka merupakan representasi yang mengandung gagasan antara ‘kedekatan’karena secara fisik memang dekat dan gagasan ‘kejauhan’ karena mereka memiliki nilai-nilai yang berbeda dan jalan yang berbeda pula mengenai apa yang dikerjakan.Secara fisik mereka ada dan berpartisipasi dalam situasi dan waktu yang sama pula berada diluar situasi karena mereka bukan anggota kelompok. Pada saat pertemuan dengan strangers terjadi muncul kecemasan-kecemasan dalam berinteraksi. Kita akan melakukan prediksi-prediksi perilaku terhadap mereka. Dalam tataran komunikasi antarbudaya seperti yang dinyatakan oleh Miller dan Steinberg kita menggunkan tipe data cultural yaitu data-data kultural ini digunakan untuk memperkirakan perilaku dari budaya kita dan budaya orang lain.
Ada dua faktor yang mempengaruhi keakuratan prediksi kita ketika menggunakan data kultural yaitu (1) Banyaknya pengalaman pada level kultural yang kita punya. Yaitu tergantung pengalaman kita tentang budaya mereka.(2) Kesalahan yang dibuat karena kita tidak menyadari pengalaman budaya dari stranger tersebut atau karena kita memprediksi dengan pengalaman dasar budaya yang berbeda dari seseorang yang kita gunakan. Disamping itu data prediksi sociological hal ini berdasarkan pada anggota anggota dari stranger atau aspirasi-aspirasi dalam kelompok sosial tersebut. Prediksi kita pada level sosiological contohnya berdasar pada keanggotaan stranger dalam kelompok politik atau sosial. Peran yang diberikan, gender mereka atau etnis mereka. Kesalahan dalam membuat prediksi pada kenyataannya bahwa stranger adalah anggota kelompok dan ketika kita berkomunikasi dengan mereka kita tidak selalu yakin dengan norma-norma kelompok dan nilai-nilai yang mempengaruhi perilaku mereka. Pertemuan dengan orang asing membawa kejutan (ketidakpastian) dan tekanan (kecemasan). Beberapa kejutan dapat mengguncang konsep diri kita dan identitas budaya kita dan membawa kecemasan sementara yang tidak beralasan. Ketika kita asing dengan budaya tertentu tentu kita mengkonfrontasi situasi tersebut dimana kondisi mental dan prilaku kebiasaan kita dipertanyakan.Termasuk situasi yang memproduksi konflik dimana kita dikuatkan secara temporer untuk mengetahui identitas kita dengan pola budaya yang disimbolisasi tentang siap kita dan kita ini apa.Culture Shock adalah Reaksi terhadap situasi yang baru disebut sebagai culture shock atau guncangan budaya. Oberg (1958) adalah orang pertama yang memperkenalkan terminologi culture shock /guncangan budaya, yang berhubungan dengan pengalaman antropolog yang harus belajar mengatur pelanggaran realitas sosial mereka dalam norma, nilai, sosial yang asing. Pelanggaran ini mewakili tantangan terhadap sosialisasi utama mereka. Lundstedt (1963) menggambarkan guncangan budaya sebagai bentuk kegagalan adaptasi diri, reaksi terhadap kegagalan sementara terhadap penyesuaian dengan lingkungan dan masyarakat yang baru.
Prediksi ini berdasarkan pada orang-orang yang spesifik yang berkomunikasi dengan kita. Ketika menggunakan data ini kita concern pada bagaimana orang-orang ini berbeda dan sama dari anggota lain dari budaya dan kelompok yang mereka miliki.Menurut Stephan dan Stephan dalam Gudikunst kita merasa takut pada konsekuensi negatif ketika berinteraksi dengan strangers yaitu (1) Kita merasa takut konsekuensi negatif untuk konsep self kita. Kita juga takut kehilangan self esteem yang akan mengancam identitas sosial kita dan kita merasa bersalah kalau kita berkelakuan yang menyakiti strangers.(2) Kita merasa takut konsekuensi perilaku negatif kita. Kita merasa mereka akan mengeksploitasi kita, mengambil keuntungan, mencoba mendominasi kita, dan juga khawatir terjadinya konflik verbal.(3) Kita takut mengevaluasi negatif para strangers.(4) Kita takut dievaluasi negatif oleh anggota ingroup kita.kita takut dicela, kita ditolak anggota grup kita, mendapat sanksi dan lain sebagainya.
Kecemasan-kecemasan yang mendera tatkala terjadi pertemuan budaya juga dimaknai dengan seberapa besar derajat homofily dan heterofily dari masing-masing budaya. Apabila kita merujuk pada model komunikasi Gudikunt dan Young Yun Kim Dalam keadaan apapun manusia dalam kehidupan akan memaknai apa yang kita sebut sebagai symbol-simbol. Menurut Arnold Rose dalam Ridwan Usman (2001:33) menyebutkan proposisi proposisi (1) manusia hidup dalam suatu lingkungan symbol-simbol. Manusia memberikan tanggapan-tanggapan terhadap tantangan yang bersifat fisik, misalnya terhadap panas dan dingin. Tetapi keistimewaan manusia terletak pada kemampuan mengomunikasikan simbol-simbol itu secara verbal melalui pemakaian bahasa (2) melalui symbol-simbol manusia berkemampuan menstimulir orang lain dengan cara-cara yang mungkin berbeda dari stimuli yang diterimanya dari orang lainitu. (3) melalui komunikasi symbol-simbol dapat dipelajari cara-cara tindakan orang lain,(4) simbol makna serta nilai-nilai yang berhubungan dengan mereka tidak hanya terpikirkan oleh mereka dalam bagian yang terpisah tetapi selalu dalam bentuk kelompok, yang kadang-kadang luas dan komplek. Gudikunt(1995) berargumentasi bahwa keefektifan komunikasi dengan orang asing adalah suatu fungsi dari kemampuan kita untuk mengatur kecemasan dan ketidakpastian kita. Riset dari Hubbert, Guerrero dan Gudikunt mengindikasikan bahwa kualitas yang diterima dan keefektifan komunikasi yang diterima dipengaruhi oleh sejumlah adanya kecemasan dan ketidakpastian dalamn ineteraksi. Kecemasan dan ketidakpastian yang sedikit paling besar diterima kualitas dan keefektifannya dari komunikasi
Menilik pada sejarah manusia menurut Fuad Hasan bahwa timbul-tenggelamnya kebudayaan sangat dipengaruhi oleh apa yang tenjadi dalam pertemuan antarbudaya, yaitu sejauh mana satu di antara fihak yang saling bertemu kurang atau tidak lagi memiliki ketahanan budaya (cultural resilience). Kebudayaan adalah suatu daya yang sekaligus tersimpan (latent) dan nyata (actual). Demikianlah kebudayaan mengandung dua daya sekaligus, yaitu sebagai daya yang cenderung melestanikan dan daya yang cenderung berkembang atas kemekarannya sendiri. Antara kedua daya inilah tiap masyarakat pendukung kebudayaan tertentu berada; satu daya mempertahankannya agar lestani dan daya lainnya menariknya untuk maju; Dalam kondisi demikian itulah pertemuan antar¬budaya sangat berpengaruh atas perimbangan antara kedua daya tersebut. Sampai batas tertentu dan saling-pengaruh yang terjadi itu dapat terpantul seberapa tinggi derajat kesadaran dan tingkat ketahanan budaya masing-masing fihak yang saling bertemu.

TEMA POKOK YANG MEMBEDAKAN KAB DENGAN KOMUNIKASI LAINNYA
Dan yang paling utama adalah memang perlunya pemahaman mengenai berkomunikasi secara efektif dengan orang lain dengan berbagai latar budaya yang berbeda sehingga mengakibatkan urgensinya pemahaman intercultural atau komunikasi antar budaya ini. Maka perlu kiranya kita membedakan komunikasi antar budaya dari komunikasi lain pada umumnya. Adalah menurut Ilya(dalam Komunikasi Antar Budaya:FISIP UI) adalah derajat perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar antara para komunikatornya yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan kebudayaan. Sebagai asumsi dasar adalah bahwa diantara individu-individu dengan kebudayaan yang sama umumnya terdapat kesamaan(homogenitas)yang lebih besar dalam hal latar belakang pengalamannya masing-masing secara keseluruhan dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kebudayaan yang berlainan.
Perbedaan-perbedaan kebudayaan antara para pelaku komunikasi ini serta perbedaan perbedaan lainnya seperti kepribadian individu, umur, penampilan fisik, menjadi permasalahan yang inheren dalam proses komunikasi manusia. Dengan demikian KAB dapat dikatakan merupakan perluasan dari bidang-bidang studi komunikasi antar manusia lainnya seperti komunikasi antar pribadi, komunikasi organisasi dan lain-lain. Dan dalam Komunikasi Antar Budaya tersebut bisa terdapat dalam semuanya itu.

ALASAN PENTINGNYA KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

Adapun ada banyak alasan kenapa kita perlu memahami komunikasi antar budaya ini . Hal tersebut dapat dijelaskan dengan mengacu pada Toomey(1998:4-7) bahwa:

1. Adanya kecenderungan perbedaan secara global
Seiring perkembangan yang menuju apa yang disebut oleh Marshal Mc Luhan sebagai Global Village memberikan implikasi tentang adanya hubungan-hubungan yang meningkat sehingga menimbulkan kesadaran untuk mempelajari masalah komunikasi antar budaya ini. Hal ini terjadi karena masalah pertemuan antar budaya yang terjadi seringkali muncul permasalahan karena banyak pihak yang tidak saling memahami pihak lain yang berbeda dalam hal-hal tertentu
Dengan adanya perbedaan tempat kerja pada level global merepresentasikan antara kesempatan dan tantangan baik bagi individu ataupun organisasi di berbagai belahan dunia ini. Selanjutnya kita melihat pada pernyataan Adler dalam Toomey(1998) bahwa ada lima kompetensi global manakala kita melakukan perbandingan antar budaya yang berbeda diantaranya adalah
a. pemahaman pada lingkungan politik, budaya dan bisnis dengan perspektif global
b. pengembangan pespektif yang multipel atas budaya dan pendekatan budaya yang mendukung bisnis
c. memiliki keahlian dalam bekerja dengan orang lain secara simultan
d. beradaptasi dengan nyaman ketika berhubungan dengan orang lain dari budaya yang berbeda
e. mempelajari cara berinteraksi dengan dunia internasional pada level yang sama dengan tidak ada yang superior ataupun inferior

Kita ketahui bahwa kesuksesan bisnis akan tercapai tergantung pada globalisasi. Dan globalisasi yang efektif itu tergantung pada kesepakatan dengan tempat kerja yang berbeda pula,Untuk itulah perlunya pengetahuan dan keahlian dalam komunikasi antar budaya yang mindfull adalah merupakan langkah pertama yang penting dalam dunia global sekarang

2. Adanya kecenderungan perbedaan Domestik
Selain dalam lingkup internasional juga terjadi perubahan di kalangan domestik dengan munculnya subbudaya-subbudaya yang beragam di lingkup domestik.
Ada dua perangkat dimensi yang memberi kontribusi pada bagaimana caranya suatu kelompok berbeda dari yang lain yaitu:
a. Seperangkat yang disebut sebagai the primary dimensions of diversity yaitu perbedaan manusia semenjak dilahirkan yang memilki pengaruh pada sosialisasi kita (gender, etnis, unur, kelas sosial, kemampuan fisik, orientasi sexual)
b. The secondary dimensions of diversity yaitu kondisi yang dapat diubah atau dimodifikasi dalam kehisupan kita (pendidikan, pekerjaan , dan penghasilan)

3. Adanya kesempatan mempelajari mengenai interpersonal atau dengan kata lain kesadaran pribadi
Dengan komunikasi antar budaya yang mindful akan memberikan pemahaman yang kaya tentang perbedaan makna yang berkonsentrasi pada kerja manusia dan kemauan kita untuk mengekplorasi dan memahami perbedaan budaya dan segala kompleksitasnya yang akan memperkaya pengalaman hidup kita.

UNSUR-UNSUR YANG MENDASARI KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA : KOMUNIKASI DAN BUDAYA

Dan pemahaman dalam konteks antar budaya itu tidaklah mudah.Disini diperlukan pemahaman yang mendalam. Dari unsur-unsur yang mendasari terjadinya Komunikasi Antar Budaya adalah konsep-konsep budaya dan komunikasi. Sebagaimana dikatakan oleh Sarbaugh dalam (Ilya: Komunikasi Antar Budaya :18) bahwa pengertian komunikasi antar budaya memerlukan auatu pemahaman tentang konsep-konsep Komunikasi dan Budaya serta saling ketergantungan diantara keduanya. Dan memang antara komunikasi dan budaya itu tidak dapat dipisahkan . Dalam hal ini pengembangan budaya manusia hanya mungkin dilakukan dengan komunikasi dan melalui komunikasi ini budaya dapat ditransmisikan dari satu generasi ke generasi lainya. Seperti yang dikatakan Hall (Gudikunt &Yun Kim, 2002) bahwa budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya. Maka kita mengkomunikasikan apa yang kita kerjakan dalam budaya yang memang sudah kita pelajari mulai dari bahasa, aturan, norma dari mulai kita kecil dan tanpa kita sadari budaya tersebut mempengaruhi perilaku kita khususnya dalam berkomunikasi dengan orang lain.

BEBERAPA CONTOH KASUS MACETNYA KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
KOMUNIKASI EMPATIK DALAM KOMUNIKASI ANTARBUDAYA YANG EFEKTIF

Lalu setelah kita memahami bahwa dalam melakukan atau mengatasi adanya beda budaya tidak berarti kita kemudian menutup diri rapat-rapat dan juga membuka lebar-lebar diri kita terhadap gerusan untuk penyeragaman budaya tetapi paling tidak ada alternatif solusi yaitu memilki kecakapan empatik dalam mengahadapi segala hal tersebut. Dalam hal ini empati adalah sebagai kemampuan melakukan persepsi sosial, adalah ketika seorang individu mampu memprediksi reaksi atau respon orang lain. Detilnya adalah kemampuan seseorang---katakanlah A--- dalam melaporkan keadaan emosional orang lain---misalnya B. Bila penilaian A tentang B sesuai dengan penilaian B tentang dirinya, maka A memiliki empati yang tinggi terhadap B.Adapun langkah yang dapat ditempuh antara lain seperti yang dinyatakan De Vito menyatakan (1)Menahan godaan untuk mengevaluasi, menilai, menafsirkan, dan mengkritik.Karena focusnya supaya terjadi pemahaman.(2)makin banyak kita mengenal seseoramng-keinginannya, pengalamnnay, kemampuannya,ketakutannya, dan lain sebagainya-makin mampu melihat apa yang dilihat orang lain itu dan kita makin bisa merasakan apa yang dirasakannya. (3)cobalah merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain dari sudut pandangnya. Sehingga sangat memungkinkan bahwa kita terhindar dari komunikasi yang terpolarisasi. Polarized Communication / komunikasi yang terpolarisasi. Komunikasi terpolarisasi terjadi ketika komunikator tidak memiliki kemampuan untuk mempercayai dan mempertimbangkan pandangan seseorang sebagai kesalahan yang serius dan opini-opini yang lain sebagai kebenaran. Komunikasi dengan komunitas manusia menjadi ditipekan dengan adanya retorika yaitu bahwa kita yang benar dan mereka yang salah. Komunikasi polarisasi ada ketika kelompok-kelompok atau para individu melihat kepentingan mereka sendiri dan tidak concern pada kepentingan orang lain.
Penghormatan terhadap masing-masing keunikan budaya yang dimilki sekaligusnya disikapi secara manusiawi.Kita tidak melihat dengan kacamata etnosentrisme. Etnosentrisme cenderung memandang rendah orang-orang yang dianggap asing, etnosentrisme memandang dan mengukur budaya asing dengan budayanya sendiri. “ ( The Random House Dictionary ).

REFLEKSI
Setelah kita pahami tentang komunikasi antarbudaya yang efektif maka perlu kita melakukan refleksi pada diri kita masing-masing bahwa ternyata masih banyak pekerjaan rumah kita terutama untuk lebih mendukung atau sekaligus melakukan kecakapan empatik yang ternyata tidak mudah. Perlu kertramnpilan yang dipelajari dengan sangat serius guna memperoleh harapan harapan terciptanya manusia antarbudaya


Salah satu konsekuensi adanya interaksi budaya tersebut menimbulkan pertemuan budaya yang memungkinkan terjadinya perubahan orientasi pada nilai-nilai yang pada akhirnya mewujud pada apa yang kita sebut sebagai pergeseran, perbenturan (clash) ataupun konflik.

Dan sumber utama penyebabnya adalah komunikasi antar budaya yang tersumbat. Dalam konteks komunikasi antar budaya penyebab spesifik dari konflik tergantung situasi, namun demikian semua peristiwa yang terjadi terbagi dalam satu kebiasaan yang disebut Polarized Communication / komunikasi yang terpolarisasi. Komunikasi terpolarisasi terjadi ketika komunikator tidak memiliki kemampuan untuk mempercayai dan mempertimbangkan pandangan seseorang sebagai kesalahan yang serius dan opini-opini yang lain sebagai kebenaran. Komunikasi dengan komunitas manusia menjadi ditipekan dengan adanya retorika yaitu bahwa kita yang benar dan mereka yang salah. Komunikasi polarisasi ada ketika kelompok-kelompok atau para individu melihat kepentingan mereka sendiri dan tidak concern pada kepentingan orang lain.
Penghormatan terhadap masing-masing keunikan budaya yang dimilki sekaligusnya disikapi secara manusiawi. Maka dapat digambarkan bahwa salah satu konsekuensi dan terjadinya pentemuan antar-budaya ialah kemungkinan tenjadinya perubahan onientasi pada nilai-nilai yang selanjutnya berpengaruh pada terjadinya perubahan norma-norma peradaban sebagai tolokukun penilaku warga masyanakat sebagai satuan budaya. Perubahan onientasi nilai yang benlanjut dengan penubahan norma penilaku itu bisa menjelma dalam wujud pergeseran (shft,), persengketaan (conflict), atau perbenturan (clash). Perubahan dalam wujud yang pertama biasanya tenjadi karena negatif mudahnya adaptasi atau asimilasi antara nilai dan norma lama dengan yang barn dikenal; yang kedua merupakan wujud yang paling sening menggejala dan biasanya memenlukan masa peralihan sebelum dihadapi dengan sikap positif (acceptance) atau negatif (rejection). Biasanya wujud yang kedua menunjukkan adanya ambivalensi dalam masyarakat ybs, sehingga ada sebagian warga masyanakat yang menenima perubahan yang terjadi pada onientasi nilai dan norma penilaku, tapi ada pula sebagian lainnya yang menolaknya.
“ … Etnosentrisme cenderung memandang rendah orang-orang yang dianggap asing, etnosentrisme memandang dan mengukur budaya asing dengan budayanya sendiri. “ ( The Random House Dictionary ).
Sehingga harapan kita yang terakhir adalah bahwa perbedaan itu adalah sebuah seni untuk membuat persatuab dan keanekaragaman menjadi tetap hidup berdampingan dan terhindar dari konflik. Semoga…..

2 komentar:

  1. Salam kenal, kalau gak salah ibu dulu pernah ngajar saya di Univ Sahid deh...tulisan ini amat bermaanfaat..

    BalasHapus
  2. yang ini ijin share juga ya bu...

    BalasHapus